Autosuperacademy.com – Tragedi maut yang berkaitan dengan truk dan masalah rem acapkali terjadi di Indonesia. Maka dari itu sudah sewajarnya pemerintah, dalam hal ini Kemenhub, wajib lebih tegas dan ketat mengenai aturan operasional truk.
Darmaningtyas, ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi) menjelaskan urgensi pemilik truk untuk memperhatikan kondisi sarananya,
“Bahwa sarana yang dioperasikan itu laik jalan alias berkeselamatan. Uji KIR wajib dilakukan setiap enam bulan sekali. Bila lolos uji KIR tapi saat kecelakaan ada sarana komponen yang tidak beres, maka yang mengeluarkan surat lolos uji KIR juga perlu dikenai sanksi,” ucap pria yang biasa dipanggil Tyas itu.
Tyas juga menekankan pentingnya pendidikan khusus sopir dan tarif angkut yang perlu diintervensi pemerintah.
“Pengemudi truk tidak boleh seperti selama ini, mereka menjadi pengemudi truk lewat magang sebagai kernet, tapi harus melalui pendidikan khusus. Konsekuensinya Kementerian Perhubungan melalui BPSDM Perhubungan perlu melakukan Diklat untuk pengemudi… besaran tarif angkut barang (juga) tidak dapat dilepaskan ke pasar bebas begitu saja, ada intervensi dari pemerintah untuk pengendalian keselamatan” tutur Tyas.

Lalu, melengkapi pendapat pakar transportasi, perlu tambahan keterangan dari Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan, yang ternyata cukup mengejutkan. Adanya indikasi sopir truk tidak pernah diajarkan mengenai sistem pengereman.
“Di ujian SIM B1 dan B2 baik teori dan praktek materi ini tidak ada. Kemudian di SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) pengemudi bus dan truk juga tidak ada, sehingga semua pelatihan mengemudi bus dan truk tidak pernah diajarkan hal ini,” ucap Wildan.
Sumber: detikoto, Kompas.com
Sumber foto : Antara